Sabtu, 20 November 2010

Mitos Sungai Nil

Siapa sih yang gak kenal dengan sungai yang satu ini, Sungai yang katanya terpanjang di dunia dan sudah banyak memberi manfaat bagi negara-negara di afrika. Sungai ini pula yang menjadikan nabi Musa dibuang hingga di temukan oleh Nevertiti Fir’aun Ramsis II yang dalam sejarah al qur’an bernama siti Asiyah.Ternyata sungai nil memiliki mitos yang tidak kalah serunya dengan mitos sungai-sungai yang ada di Indonesia. Seperti apakah mitos itu ?
Berbicara mitos mengingatkan saya pada nenek moyang kita yang memang suka sekali dengan hal-hal yang berbau mistik. Beberapa hari yang lalu setelah wafatnya Gus Dur saya mendengar berita juga dari tanah air bahwa tanah makam Gus Dur semakin hari semakin habis karena diambil oleh orang-orang yang berziarah, alasannya sederhana yakni dalam bahasa santri istilahnya “tabarrukan” alias ngalap barokah dari Gus Dur dan ini tentu menurut saya bagian dari mitos. Ini satu dari kebiasaan orang-orang kita dan saya di sini tidak ingin mengungkap semua itu karena tema yang saya ambil adalah mitos sungai nil.
Sungai nil menjadi satu-satunya sungai yang menghidupi semua rakyat Mesir. Mesir yang sebagian besar tanahnya berupa shohro atau padang pasir ini hanya mengandalkan dari sungai ini dan hampir semua penduduknya juga bermukim di sekitarnya.
Kita bisa melihat sejarahnya sejak zaman Mesir kuno. Pusat kerajaan fir’uan waktu itu terletak di wilayah Mesir bagian utara di Luxor, dimana di sana juga menjadi tempat mengalirnya sungai nil. Abu Simbel yang sekarang sangat terkenal sebagai tempat wisata favorit bule yang dulunya sebagai tempat peribadatan orang-orang Mesir kuno juga berada tepat di pinggir sungai nil.
Ketika sahabat nabi Muhammad yang bernama Amr bin Ash menaklukkan Mesir pada masa kejayaan Islam, mereka memindahkan pusat negara Mesir di Cairo yang sebelumnya terletak di Alexandria dan lagi-lagi tempat yang mereka pilih juga berada di sekitar aliran sungai nil.Dari sinilah sungai nil menjadi ruh kehidupan rakyat Mesir.
Saya tahu mitos sungai Nil ketika pertama kali masuk kuliah di Al Azhar dan ngobrol dengan teman Mesir di kelas, dia bertanya pada saya : “inta tasyrab nil wala la?”, “kamu minum sungai nil atau tidak?. Dengan nada heran dan ingin tahu kenapa dia bertanya begitu saya malah balik nanya :”leh…inta tas’al keda?”,”kenapa kamu nanya gitu?”.
Lalu dia menjelaskan alasannya kenapa bertanya seperti itu. Saya sebenarnya kepengen menjelaskan juga di sini dengan bahasa arab tapi karena saya pikir malah jadi pelajaran bahasa arab maka memakai bahasa indonesia saja. Dia menjelaskan alasannya karena bagi orang asing yang tinggal di Mesir harus dan wajib minum sungai nil jika ingin betah. loh apa hubungannya memang ?
Mitos yang berkembang di Mesir ketika seseorang minum sungai nil adalah dia akan betah tinggal di Mesir dan kalaupun dia pulang ke negaranya, suatu saat nanti dia akan berkunjung kembali ke Mesir. Katanya, sungai nil akan memanggilnya untuk kembali. Tentu adanya mitos ini katanya sudah teruji kebenarannya.
Kawan-kawan saya yang juga dari Al Azhar, rata-rata ketika mereka telah menyelesaikan studynya dan pulang ke tanah air, mereka terkadang menyempatkan waktu untuk berkunjung kembali ke Mesir setelah beberapa tahun, begitu juga para turis asing yang pernah ke Mesir, ia akan rindu untuk kembali berwisata ke Mesir. Loh kan benar apa kata orang Mesir teman saya itu, mitos sungai nil memang tidak mengada-ngada.
Saya di sini ingin mengupas sedikit tentang mitos ini dari pandangan filosofi air. Saya berpendapat kalau air itu adalah penjajah. Mungkin anda heran, kapan air bisa menjajah karena selama ini yang namanya penjajah itu tidak bernama air tapi Amerika, Inggris, Perancis ataupun “Londo Bule” yang 350 tahun lamanya berada di negara kita. Tapi tunggu dulu, saya jelaskan maksud saya.
Contohnya begini, ketika air dimasuki oleh kopi atau teh, kita pasti akan mengatakan kalau benda yang lebur ke dalamnya bukan air tapi kopi atau tehnya, begitu juga ketika di masuki oleh debu, debu yang akan lebur ke dalam air bukan air yang lebur ke dalam debu. Sehingga walaupun kopi ataupun teh pada awalnya ingin menjajah air, ternyata ia yang malah terjajah oleh air, karena mereka tidak bisa meleburkan air, malah air yang meleburkannya. Anda bingung ?, saya juga bingung. Tapi saya akan memberikan analogi lain.
Menurut saya Indonesia itu ibarat air dan belanda ibarat kopi, kenapa ? 350 tahun lamanya Belanda menghisap kekayaan alam dan menghancur leburkan politik serta ekonomi Indonesia tapi coba sedikit saja anda bertanya, kenapa sampai sekarang kita tidak bisa bahasa Belanda ? padahal Malaysia yang dulu dijajah inggris saat ini menggunakan bahasa penjajahnya sebagai bahasa kedua setelah bahasa nasional, dari analogi sederhana ini berarti sebenarnya Indonesia yang menjajah Belanda karena ternyata bahasa jawa katanya malah laris di Universitas-universitas terkemuka Belanda. loh kan ?. Inginnya menjajah malah terjajah.
Kembali ke sungai Nil, dari mitos yang dimiliki oleh sungai nil ini, saya tertarik dengan analogi filosofi air tadi. Semua orang yang berkunjung ke Mesir tentu akan minum sungai nil karena dari mana lagi orang yang menetap di sini selain minum sungai nil, minuman dalam kemasan saja juga berasal dari sungai nil. Dari sinilah kita yang berada di Mesir menyatu dengan Nil, maksud saya menyatu dengan air yang berasal dari sungai Nil.
Mungkin dari sinilah mitos itu muncul, air yang telah saya dan orang Mesir minum menjajah saya dan nantinya memanggil saya untuk kembali berkunjung ke Mesir alasannnya juga karena seringnya saya ‘bersetubuh’ dengan air nil menjadikan saya semakin rindu untuk terus ‘memeluk’ nil.
Mitos seperti nil ini juga pernah saya temukan saat saya belajar mondok di pesantren dulu. Para santri tempat saya mondok, hampir semuanya mandi di kolam yang telah disediakan. Saya waktu itu masih santri baru dan masih belum betah dengan suasana baru yang ada di pesantren yang –kita sendiri sering dengar– kurang menghargai kebersihan lingkungan.
Dalam kegalauan dan ketidakbetahan saya ini, seorang santri senior menemui saya dan menyuruh saya untuk minum air kolam yang bahasa santrinya bernama “air blumbang” agar saya kerasan dan betah. Bisa anda bayangkan coba bagaimana perasaan saya waktu itu yang disuruh minum air tempat santri semua mandi yang di sana sudah bercampur dengan sabun, kotoran kulit, bahkan yang nakal kadang juga dibuat buang air kecil, pasti akan merasa jijik.Namun karena saya waktu itu masih lugu dan diinfiltrasi dengan mitos agar betah, akhirnya saya nurut dan minum air “blumbang”.
Saya juga pernah dengar mitos lagi dari kawan saya di Kalimantan Timur dekat dengan sungai kapuas, kata dia kalau main ke Kalimantan jangan lupa minum air sungai Kapuas, karena suatu saat nanti anda akan kembali berkunjung lagi ke Kalimantan, bahkan katanya, kalau minumnya terlalu banyak bisa dapat jodoh orang Kalimantan. Mitos yang menurut saya mengada ngada atau aya-aya wae, saya tidak tahu apakah minum sungai nil terlalu banyak juga berakibat pada nyantolnya gadis Mesir ke pelukan saya nantinya alias menjadi istri. Kalau memang ia, biarlah rumput bergoyang yang tersenyum.
Inilah salah satu hal unik menurut saya tentang fenomena mitos sungai nil, sebagai penutup saya ingin memberikan satu pertanyaan kepada kompasianer : Kalo orang yang ke Mesir dan ingin betah atau suatu saat ingin berkunjung kembali ke Mesir harus minum sungai nil, apakah orang yang ke Jakarta dan ingin betah atau suatu saat ingin kembali berkunjung ke Jakarta harus minum Sungai Ciliwung ???  :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar